Selasa, 17 Mei 2011

MOTHERHOOD

MOTHERHOOD




Motherhood menceritakan tentang kisah seorang ibu rumah tangga yang bernama Eliza dahulunya seorang penulis buku fiksi. Ia memiliki suami, Avery yang terobsesi dengan buku-buku tua dan karya tokoh-tokoh zaman dahulu dan dua orang anak Clara dan Lucas. Eliza harus memenuhi semua tanggung jawabnya sebagai seorang ibu dan seorang istri. Ia sangat sibuk dengan mengurus kedua anaknya dan suaminya seolah-olah tak mau ikut dan membantu Eliza. Keseharian Eliza juga sering menulis di blog tentang kesehariannya menjadi seorang ibu dan segala kegiatannya yang menumpuk terutama mengurus rumah tangga. Dan Eliza juga mengikuti kompetisi atau lomba menulis yang ada dalam suatu situs blog tentang arti seorang ibu.

Puncak dari stress Eliza saat Clara berulang tahun dan semua hal yang menghandle adalah Eliza sendiri, mulai dari beli pernak pernik, membeli kado tas yang mahal untuk Clara dan menghias ruang pesta ulang tahun. Disaat itu ia bertemu dengan seorang bernama Mikesh yang mengagumi sosok Eliza sebagai seorang ibu dan penulis karya fiksi. Mikesh banyak memuji Eliza yang selama ini tak pernah dirasakannya sebagai istri Avery. Dan Eliza sendiri ingin bahwa dia juga “dimanusiakan” dalam keluarga itu. Tetapi Avery malah tidak peduli dengannya. Saat Clara menikmati pesta ulang tahunnya Avery memberikan sebuah kejutan, ia menjual semua buku-buku tua yang ia ambil dipinggir jalan itu dan memberikan semua uangnya untuk Eliza, Avery juga meminta maaf atas semuanya sikapnya selama ini kepada Eliza. Akhirnya Eliza sadar bahwa selama ini ia sudah memiliki hal yang terbaik dalam hidupnya, seperti suami yang penyayang dan anak-anak yang lucu. Disitu juga ia menemukan arti menjadi seorang ibu.

ANALISIS FILM “MOTHERHOOD”

Keluarga Eliza termasuk keluarga Nuclear Family dimana ada ayah, ibu dan anak (baik biologis maupun adopsi). Tugas perkembangan orang tua seperti Eliza dan Avery terletak pada tahapan Interpretative Stage, dimana anak berusia sekitar umur 5 atau 6 tahun. Orang tua pada umur ini bertugas untuk memberikan dan bagaimana mereka menjelaskan tentang bagaimana dunia ini sebenarnya, menerapkan nilai dan norma, dan self concept (laki-laki atau perempuan). Dari hal ini terlihat percakapan antara Eliza dan Clara tentang peran ibu dan ayahnya yang akhirnya mengatakan cause moms do everything, dads only do some things, it's different”. Clara mengetahui hal apa saja yang dilakukan oleh ayahnya dan ibunya. Dan menurut ia, ibunyalah yang paling dominan berperan dalam kehidupannya, ia paham bahwa ayahnya hanya melakukan beberapa hal saja selebihnya ibu yang harus melakukan.

Komunikasi dalam keluarga merupakan hal yang sangat berperan penting. Tanpa adanya komunikasi, keluarga juga tidak dapat terbentuk. Eliza dan Avery sangat jarang membicarakan tentang bagaimana keadaan keluarga dan Eliza pun sering disibukkan dengan kewajiban rumah tangga yang begitu banyak dan menyita banyak waktunya sampai ia tidak bisa istirahat sejenak. Eliza juga tidak pernah berbicara dan sharing kepada suaminya sebenarnya tugas yang selama ini ia lakukan sangat berat dan ia butuh suaminya untuk membantunya. Tetapi yang dilakukan Eliza hanyalah diam. Saat Eliza meminta kejujuran Avery dan mengomentari tentang tulisannya, Avery benar-benar melakukan apa yang dikatakan oleh Eliza dan mengomentari bahwa Avery sangat tidak paham apa yang sebenarnya ingin Eliza ungkapkan dalam tulisan itu. Eliza menganggap bahwa tulisannya sangat buruk. Mereka pun tak pernah mengkomunikasikan hal sehingga terjadi salah paham pada keduanya. Dan saat Eliza meminta bantuan Avery untuk memungut kotoran dan mengurus anak-anak. Komunikasi ini termasuk The Unbalanced Split Pattern, karena salah satu pihak yang memimpin adalah yang dianggap paling pintar dan lebih mampu, biasanya pihak yang memimpin kadang bertanya pada pihak yang dipimpin. Segala sesuatunya memang harus dikomunikasikan dengan baik. Suami ataupun istri tidak akan mengerti apabila masing-masing individu tersebut merasa capek dan ingin meminta pengertian maupun bantuan dalam urusan rumah tangga apabila individu tersebut tidak mau membicarakannya dengan baik.

Menurut teori perkembangan Erikson, Eliza dan Avery memasuki masa dewasa tengah Generativity vs Stagnation (26-64 tahun). Tugas di dalam tahapan ini mencapai generatifitas, dimana orang tua memiliki keinginan merawat dan membimbing orang lain yaitu anak-anak mereka. Dewasa tengah dapat mencapai generattivitas dengan anak-anaknya melalui interaksi sosial. Apabila gagal orang tua akan mengalami stagnasi, dimana terjadi dampak pada perilaku seperti merusak moral anak-anak dan masyarakat dan tak mampu meneruskan perannya dalam keluarga. Dalam masa ini juga terjadi perubahan fisik dan psikologis yang bisa membuat individu juga merasa stress dan depresi apabila perubahan tersebut tidak sesuai dengan keinginan mereka. Masa dimana juga terdapat ketegangan emosional karena peran mereka selain menjadi orang tua, mereka juga harus bekerja dan mempertahankan karir mereka. Eliza dan Avery berusaha sebaik mungkin memaksimalkan perannya menjadi seorang ibu untuk anaknya Lucas dan Clara, ia juga menjelaskan peran sosial dan moral kepada anaknya dan Avery yang tetap bekerja untuk menafkahi keluarganya. Dengan konflik yang dialami oleh Eliza dan Avery, mereka menjadi sadar bahwa mereka memegang peran yang sangat penting untuk pertumbuhan anak-anak mereka. Eliza dan Avery menginginkan anak-anaknya memperoleh yang terbaik dan dapat meneruskan tugas mereka sebagai orang tua.

Senin, 11 April 2011

Parent Child Relationship In Adulthood and Later Years


Perubahan sosiodemografi yang sedang berlangsung dapat membuat kita sulit untuk bersikap optimis tentang kemampuan keluarga untuk terus menanggung beban yang tidak proporsional. Seperti yang kita tahu bahwa sebagian orang tua akan membutuhkan perawatan pada saat yang bersamaan, akan tetapi kapasitas anak-anak mereka untuk memberikan dukungan semakin berkurang. Adanya perubahan transisi kehidupan contohnya seperti kelahiran, pernikahan, mulai bekerja, memiliki anak dapat mempengaruhi bagaimana kelangsungan keluarga kedepannya.

Saat anak mencapai usia dewasa, mereka mulai meninggalkan rumah dan hidup berpisah dari orang tuanya. Saat anak mereka mulai bekerja dan memiliki keluarga baru, mereka akan mempertimbangkan bagaimana menangani dan merawat orang tua mereka. Dan mereka akan memikirkan siapa yang akan menjadi pengasuh atau perawat orang tua mereka. Sebagian besar dalam budaya, anak yang berpisah dengan orang tuanya dan memiliki keluarga terdapat peralihan perawatan atau pengasuhan. Anak yang mulai merawat orang tua mereka. Di negara barat, sebagian besar orang tua mereka berada di sebuah fasilitas yang menjangkau kehidupan mereka seperti panti jompo atau panti wreda yang menyediakan fasilitas sesuai kebutuhan orang tua. Hanya sedikit dari mereka yang masih tinggal dengan orang tua mereka sendiri. Di masa seperti ini biasanya anak merasa terbebani untuk meninggalkan orang tua mereka. Anak mulai mencari tempat baru bagi orang tua mereka, tetapi terkadang banyak orang tua yang tidak mau dan mengatakan bahwa mereka masih baik-baik saja. Anak juga akan berpikir siapa yang akan mengasuh dan merawat orang tua mereka terutama bagi orang tua mereka yang cacat maupun yang mulai lanjut usia. Kontribusi anak-anak dewasa merawat orang tua yang lebih tua sangat bervariasi, tergantung pada struktur keluarga dan posisi mereka dalam keluarga. Beberapa anak senang sebagai pengasuh sekunder untuk orang tua atau kerabat mereka yang lain, beberapa mencoba untuk mengelola perawatan ketika tinggal di jauh dari orang tua, dan beberapa menjadi pengasuh utama saat menerima dukungan penuh dari kerabat lainnya. Bagi orang tua yang memiliki ekonomi yang di atas rata-rata, biasanya mereka cenderung membantu kehidupan anak mereka yang sudah dewasa dan berkeluarga. Hal ini tidak dapat diketahui secara langsung tanpa mempertimbangkan konteks bantuan intergenerasi. Bentuk bantuan orangtua adalah membantu mengasuh anak, membantu mengatasi masalah finansial, perabotan rumah, emosional support dan saran.Ketika cucu telah dewasa, biasanya kakek-nenek yang mendapatkan bantuan dari anggota keluarga lainnya. Semakin kakek-nenek bertambah usia, semakin ia mengurangi bantuan terhadap anak mereka.

Perawatan atau pengasuhan orang tua melibatkan semua hal mengasuh fisik, emosional, dan keuangan. Pengasuhan jangka panjang juga berhubungan dengan beberapa jenis konsekuensi negatif seperti konflik dengan teman kerja di tempat kerja dan perasaan kehilangan identitas seseorang atau terjebak dalam peran pengasuh. Dukungan dari keluarga dan teman serta sumber daya yang baik yang bisa mengurangi dampak negatif pada pengasuh. Intervensi klinis yang membantu keluarga bekerja lebih efektif bersama-sama untuk mendukung pengasuh utama sementara yang peka terhadap kebutuhan orang tua sekaligus merupakan pendekatan yang menjanjikan untuk mengurangi ketegangan pada semua orang yang terlibat.

Minggu, 05 Desember 2010

Psikologi Remaja

Sinopsis Film Gridiron Gang

Film ini berdasarkan pada kisah nyata yang menceritakan tentang kehidupan para remaja Afro di Amerika. Kehidupan remaja yang sangat keras dan penuh persaingan antar geng. Mereka hidup di lingkungan dimana tingkat agresifitasnya tinggi, hal ini dipicu karena mereka hidup dengan masing-masing geng mereka yang tak jarang saling membunuh satu sama lain. Dan mereka sering keluar masuk penjara. Di dalam sebuah penjara bernama Kilpatrick, Sean dan Malcolm yang bekerja sebagai sipir penjara berusaha keras untuk meminimalisir anak-anak yang kembali lagi masuk ke penjara. Seperti halnya yang terjadi pada Willie Weathers, ia masuk penjara karena membunuh ayahnya disaat ayahnya menyiksa ibunya. Willie juga terlibat pertarungan antar geng 88 dan 95 yang menewaskan saudaranya sendiri Roger Weathers.

Suatu hari Sean terinspirasi untuk bermain futbol dan berjuang keras untuk membuat mereka bisa bermain dengan baik. Melatih mereka tidak semudah yang dipikirkan, yang terkadang emosi mereka belum bisa terkontrol penuh. Willie memiliki saingan berat di dalam tim futbolnya yaitu Kelvin. Mereka berdua memiliki dendam yang sama karena orang-orang terdekat mereka dibunuh. Lambat laun tim Mustang, tim yang dilatih oleh Sean dan Malcolm dapat menguasai permainan futbal dan akan segera bertanding dengan Tim Panthers yang berasal dari sekolah Kristen. Tim yang terdiri dari Willie, Kelvin, Bates, Junior, Leon, Madlock, dan pemain lainnya berjuang keras untuk memperoleh suatu pengakuan dari masyarakat bahwa mereka anak-anak yang dipenjara dapat berprestasi dan mencari jati diri mereka. Meskipun di pertandingan pertama melawan tim Panthers mereka kalah telak, tapi Sean dan Malcolm berusaha untuk membuat mereka semangat dan mengingat apa arti sebuah tim dalam kehidupan mereka. Usaha dan semangat dari Sean berbuah manis, Tim Mustang sedikit demi sedikit memperoleh kemenangan dari pertandingan mereka dan akhirnya bertanding kembali dengan tim Panthers untuk membalas kekalahan mereka dahulu. Tim Mustang berhasil mengalahkan Tim Panthers, yang ini membuat bangga Sean dan Malcolm. Sekaligus menunjukkan sebuah prestasi tersendiri di Kilpatrick. Beberapa dari anak-anak penjara Kilpatrick dapat kembali menikmati bangku sekolah dan beasiswa dari sekolah mereka masing-masing dan hanya sebagian kecil dari mereka yang kembali lagi ke penjara karena kasus kriminal lain.

Analisis Film Gridiron Gang

Perkembangan identitas diri menurut Erikson yaitu pada Identity versus Identity Confusion, dimana pada tahap ini remaja harus memutuskan siapakah mereka itu, apa keunikannya, dan apa yang menjadi tujuan hidupnya. Mereka dihadapkan pada berbagai peran. Sebagai bagian dari eksplorasi identitasnya, remaja mengalami psychosocial moratorium, istilah yang digunakan oleh Erikson merujuk pada kesenjangan antara rasa aman masa kanak-kanak dengan otonomi di masa dewasa. Dalam film Gridiron Gang ini, anak-anak penjara Kilpatrick berusaha untuk mencari siapa diri mereka, peran mereka seperti apa dan apa sebenarnya tujuan hidup mereka. Willie Weathers, sedang dihadapkan dengan beberapa pilihan dalam film ini. Ia akan tetap menjadi anggota Gang 88 atau berusaha engubah hidupnya menjadi lebih bermakna yaitu menjadi seorang atlet futbol. Kemudian dalam Tim Mustang, mereka semua merasa mendapatkan pengakuan atas diri mereka. Mereka mendapatkan suatu jati diri mereka dalam bermain futbol. Dengan prestasi itu, mereka diakui oleh masyarakat dan bisa mengaktualisasikan diri mereka ke dunia yang lebih luas. Mereka tidak perlu lagi mengisolasi diri atau menarik diri karena kesalahan-kesalahan mereka. Pembentukan identitas tidak berlangsung secara tiba-tiba yang kemudian bisa menimbulkan perubahan yang besar. Perubahan identitas melibatkan komitmen yang mengarah ke masa depannya nanti, seperti yang dilakukan oleh Sean, ia berusaha membentuk sebuah kepribadian atau identitas baru pada Tim Mustang yang akhirnya bisa meraih prestasi gemilangnya. Dalam Tim futbol ini Sean membuat sebagai tempat pelampiasan mereka agar bisa melepaskan emosi ke arah yang lebih positif. Perkembangan identitas dalam film Gridiron Gang berlangsung secara sedikit demi sedikit,, keputusan dibuat sekali seumur hidup namun harus diperbaharui dari waktu ke waktu tampaknya sederhana seperti hendak melanjutkan menjadi atlet futbol atau tidak, mematuhi tata tertib yang berlaku atau tidak, keputusan-keputusan yang diambil tersebut mulai membentuk inti dari kepribadian seperti apakah individu tersebut. Dan yang menjadi pilihan mereka adalah mereka menjadi atlet tim futbol, kembali menjadi seorang pelajar, dan memiliki hidup yang mulai tertata kembali.


Jumat, 11 Juni 2010

Anak dan Sekolah

Psikologi Anak

Anak dan Sekolah

Daycare adalah sarana pengasuhan anak dalam kelompok, biasanya dilaksanakan pada saat jam kerja. daycare merupakan upaya yang terorganisasi untuk mengasuh anak-anak di luar rumah mereka selama beberapa jam dalam satu hari bilamana asuhan orang tua kurang dapat dilaksanakan secara lengkap. dalam hal ini, pengertian daycare hanya sebagai pelengkap terhadap asuhan orang tua dan bukan sebgai pengganti asuhan orangtua (Perserikatan Bangsa-bangsa,1990).

Definisi PAUD menurut Wikipedia, Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut, yang diselenggarakan pada jalur formal, nonformal, dan informal.

Taman Kanak-Kanak (TK) merupakan suatu transisi anak ke kehidupan sekolahdari kehidupan keluarga. Terbagi menjadi dua tingkat, yaitu TK A dan TK B. Pembagian ini biasanya hanya didasarkan pada umur, kecuali untuk kasus khusus dimana anak dianggap belum mampu untuk naik kelas walaupun umurnya sudah mencukupi.

Sasaran belajar khusus TK:

Tumbuh mandiri

Belajar memberi, berbagi dan menerima kasih sayang

Mampu bergaul dengan orang lain

Belajar mengontrol diri

Belajar peran non seksis

Memahami badan sendiri

Latihan motorik halus dan kasar

Memahami dan mengontrol dunia kebendaan

Belajar kata baru dan mengontrol orang lain

Mengembangkan rasa positif terhadap hubungan dengan dunia

Sekolah Dasar

Anak-anak mengemban peran baru sebagai pelajar, berinteraksi, menjalin hubungan baru, mengadopsi kelompok acuan baru, dan mengembangkan standar baru untuk menilai diri sendiri. sekolah memberi anak sumber ide baru yang kaya untuk membentuk perasaan diri mereka. Pada masa ini pula kemandirian anak mulai terbentuk. Anak tidak bergantung pada guru atau orang tua, anak melakukan hal-hal dengan sendiri, dan anak menunjukkan rasa percaya diri, seperti menikmati keahlian-keahlian baru, menunjukkan ketekunan untuk menguasai salah satu keahlian baru. selain itu, anak mulai mendapatkan kosa kata baru dan mengalami peningkatan dari segi bahasa maupun berhitung. Anak masuk sekolah dasar akan mulai bisa bersikap lebih positif seperti mengikuti kegiatan rutin di sekolah, menaati peraturan. Dan anak memiliki tanggung jawab atas tugas-tugas yang diberikan di sekolah.

Selain adanya sekolah formal seperti diatas, terdapat sekolah non formal seperti homeschooling dan sekolah alam.

Homeschooling

Istilah Homeschooling sendiri berasal dari bahasa Inggris berarti sekolah rumah. Homeschooling berakar dan bertumbuh di Amerika Serikat. Homeschooling dikenal juga dengan sebutan home education, home based learning atau sekolah mandiri. Pengertian umum homeschooling adalah model pendidikan dimana sebuah keluarga memilih untuk bertanggung jawab sendiri atas pendidikan anaknya dengan menggunakan rumah sebagai basis pendidikannya. Memilih untuk bertanggungjawab berarti orangtua terlibat langsung menentukan proses penyelenggaraan pendidikan, penentuan arah dan tujuan pendidikan, nilai-nilai yang hendak dikembangkan, kecerdasan dan keterampilan, kurikulum dan materi, serta metode dan praktek belajar (bdk. Sumardiono, 2007:4). Peran dan komitmen total orangtua sangat dituntut. Selain pemilihan materi dan standar pendidikan sekolah rumah, mereka juga harus melaksanakan ujian bagi anak-anaknya untuk mendapatkan sertifikat, dengan tujuan agar dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya.

Kekurangan dan Kelebihan Homeschooling

Kelebihan dari homeschooling ini antara lain, sesuai dengan kebutuhan keluarga, biaya bisa disesuaikan dengan kemampuan dan keadaan keluarga, anak lebih terlindungi dari pengaruh negative seperti pergaulan yang menyimpang, dapat menggali potensi anak lebih maksimal. Adapun kelemahan homeschooling yaitu, diperlukannya perhatian dan tanggung jawab dari orang tua penuh, anak jadi kurang bersosialisasi dengan teman-teman sebayanya atau kelompok, adanya efek akibat perlindungan atau proteksi yang diberikan oleh orang tua seperti tidak bisa menyelesaikan masalah sendiri dan lainnya.

Sekolah Alam

Sekolah alam adalah sekolah dengan konsep pendidikan berbasis alam semesta. Di sekolah alam, anak-anak tidak hanya belajar di dalam kelas melainkan belajar di luar kelas yaitu lingkungan sekitar. Adanya sekolah alam ini diharapkan anak mampu memahami alam sekitar mereka dan dapat benar-benar memanfaatkan ilmu pengetahuan mereka di kehidupan sehari-hari. Anak-anak akan belajar di alam terbuka yang tentunya akan lebih menyenangkan dan jauh dari rasa bosan. Kelebihan dari sekolah alam, anak tidak terpaku hanya pada satu teori saja. Namun mreka dapat memahami dan mempraktekkan langsung apa yang mereka pelajari di alam. Peraturan yang diterapkan di sekolah alam tidak terlalu ketat dibandingkan dengan sekolah biasa, anak-anak juga bisa menemukan banyak hal-hal yang baru dan bereksplorasi di alam, biaya sekolah alam juga cukup terjangkau oleh orang tua. Kelemahannya tidak ada peraturan atau tata tertib seperti di sekolah biasa yang memungkinkan anak menjadi tidak terkendali, dan kurikulum yang diterapkan terlalu luas sehingga melibatkan berbagai disiplin ilmu yang terkadang tidak mempedulikan tingkat pelajaran.



Sumber: Santrock, J.W. 2007. Perkembangan Anak Jilid Dua. Erlangga. Jakarta

Pormadi Simbolon, SS. Homeschooling sebagai pendidikan alternatif.

Psikolgi Anak : Anak dan Pertemanan


PSIKOLOGI ANAK

Anak dan Pertemanan

Tahap Perkembangan Masa Kanak-Kanak dengan Teman Sebaya

Pada usia 3-12 tahun, anak lebih suka menghabiskan waktu mereka dengan teman yang sejenis kelamin. Kemudian saat mereka masuk sekolah dasar (SD), anak akan mulai berinteraksi sosial. Anak mulai membentuk kelompok, menjalin persahabatan, dan bermain bersama.

Status Sebaya

Anak mana yang cenderung lebih popular di antara sebaya mereka dan yang mana yang tidak disukai? Ahli perkembangan menjawab pertanyaan ini dan pertanyaan yang sama dengan cara meneliti status sosiometrik, suatu istilah yang menjelaskan sejauh mana anak disukai atau tidak oleh kelompok sebaya mereka (Cillessen&Mayeux dkk dalam Santrock, 2007). Status sosiometrik biasanya diukur dengan meminta anak-anak mengukur sejauh mana mereka menyukai atau tidak menyukai masing-masing teman sekelas mereka. Status sosiometrik juga bisa diukur dengan meminta anak-anak menominasikan anak yang paling mereka sukai dan anak yang paling tidak mereka sukai.

Ahli perkembangan telah membedakan 5 status sebaya (Wentzel&Asher dalam Santrock, 2007):

1. Anak-anak populer, sering dinominasikan sebagai sahabat dan jarang tidak disukai oleh teman sebayanya.

2. Anak-anak rata-rata, menerima nominasi positif dan negatif rata-rata dari sebaya mereka.

3. Anak-anak yang diabaikan, jarang dinominasikan sebagai sahabat tetapi tidak dibenci oleh sebaya mereka.

4. Anak-anak yang ditolak, jarang dinominasikan sebagai sahabat dan dibenci secara aktif oleh sebaya mereka.

5. Anak-anak kontroversial, sering dinominasikan sebagai teman baik seseorang tapi juga sebagai orang yang tidak disukai.

Fungsi Pertemanan

Ada 6 fungsi pertemanan, yaitu:

1. Persahabatan (companionship), dengan pertemanan anak-anak menemukan seorang mitra yang familiar, seseorang yang mau menghabiskan waktu dengan mereka dan bergabung dalam aktivitas kolaboratif.

2. Stimulasi. Dengan pertemanan, anak-anak mendapatkan informasi yang menarik, kesenangan, dan hiburan.

3. Dukungan fisik. Dalam pertemanan, terdapat sumber daya dan bantuan.

4. Dukungan ego. Dalam pertemanan, terdapat harapan akan dukungan, semangat, dan umpan balik yang membantu anak-anak memelihara kesan diri mereka sendiri sebagai individu yang kompeten, menarik, dan pantas ditemani.

5. Perbandingan sosial. Pertemanan menyediakan informasi tentang posisi anak-anak terhadap orang lain dan apakah anak-anak tersebut berlaku baik.

6. Keintiman atau afeksi. Dalam pertemanan, anak-anak mengalami hubungan yang hangat, dekat, dan saling mempercayai dengan individu lain, yaitu hubungan yang melibatkan keterbukaan diri.

Bullying

Bullying adalah perilaku verbal dan fisik yang dimaksudkan untuk menganggu seseorang yang lebih lemah. Yang paling sering terjadi adalah seseorang diejek tentang tampang atau cara bicara. Anak-anak yang mengatakan dirinya menjadi korban bullying mengaku sering kesepian dan mengalami kesulitan dalam berteman. Sementara anak-anak yang melakukan bullying lebih cenderung memiliki nilai yang rendah, merokok, dan minum alkohol. Peneliti telah menemukan bahwa anak-anak yang cemas dan menarik diri secara sosial, agresif sering kali menjadi korban bullying (Hanish&Guerra dalam Santrock, 2007). Anak-anak yang cemas dan menarik diri secara sosial mungkin menjadi korabn bullying karena mereka tidak mengancam dan cenderung tidak membalas jika menggertak, sedangkan anak-anak yang agresif mungkin menjadi sasaran bullying karena perilaku mereka yang menyebalkan bagi para pelaku bullying (Rubin dkk dalam Santrock, 2007).

Untuk mengurangi bullying, sekolah dapat melakukan hal-hal berikut (Cohn dkk dalam Santrock, 2007):

· Menunjuk sebaya yang lebih tua sebagai pemantau bullying dan melerai ketika mereka melihat hal tersebut terjadi.

· Menetapkan aturan dan sanksi sekolah terhadap bullying dan mengumumkannya di seluruh lingkungan sekolah.

· Membentuk kelompok persahabatan bagi remaja yang sering mengalami bullying oleh teman sebaya.

· Memasukkan pesan program antibullying ke dalam tempat ibadah, sekolah, dan konteks lainnya dimana remaja terlibat dalam kegiatan masyarakat.

· Mendorong orang tua untuk menguatkan perilaku positif untuk anak mereka dan meneladankan interaksi interpersonal yang semestinya.

· Mengidentifikasi bully dan korban sejak dini dan menggunakan pelatihan keterampilan sosial untuk memperbaiki perilaku mereka.

Orang tua dapat mengikuti langkah berikut untuk mengurangi bullying (Cohn&Canter dalam Santrock, 2007):

Ø Menghubungi psikolog sekolah, konselor, atau pekerja sosial dan meminta bantuan tentang anak mereka yang melakukan bullying atau menjadi korban.

Ø Terlibat dalam program sekolah untuk mengurangi bullying.

Ø Menguatkan perilaku positif anak mereka dan mencontohkan interaksi yang tidak melibatkan bullying atau agresi.


Sumber : Santrock, J.W. 2007. Perkembangan Anak Jilid Dua. Erlangga. Jakarta

(Perkembangan Diri dan Identitas) dan Perkembangan Gender


PSIKOLOGI ANAK (Perkembangan Diri dan Identitas) dan Perkembangan Gender


Pengertian Identitas Diri dan Pemahaman Diri

Identitas diri adalah pengorganisasian atau pengaturan dorongan-dorongan, kemampuan-kemampuan dan keyakinan-keyakinan ke dalam citra diri secara konsisten yang meliputi kemampuan memilih dan mengambil keputusan baik menyangkut pekerjaan, orientasi seksual dan filsafat hidup (Marcia dalam Yusuf, 2000).

Pemahaman diri (self understanding) merupakan representasi kognitif anak mengenai diri (self), dan merupakan substansi dan isi dari konsepsi diri anak.

Individu yang memiliki identitas diri diharapkan memiliki karakteristik sebagai berikut (Dariyo, 2004):

1. Konsep Diri

Gambaran diri tentang aspek fisiologis maupun psikologis yang berpengaruh pada perilaku individu dalam penyesuaian diri dengan orang lain.

2. Evaluasi diri

Penerimaan terhadap kekurangan yang ada pada diri individu, berarti ia memiliki kemampuan untuk menilai dan mengevaluasi potensi dirinya sendiri.

3. Harga Diri

Sejauh mana individu dapat menghargai diri sebagai seorang pribadi yang memiliki kemandirian, kemauan, kehendak, dan kebebasan dalam menentukan perilaku dalam hidupnya.

4. Efikasi Diri

Kemampuan untuk menyadari, menerima dan mempertanggungjawabkan semua potensi, ketrampilan atau keahlian secara tepat.

5. Kepercayaan Diri

Keyakinan terhadap diri sendiri bahwa ia memiliki kemampuan dan kelemahan, dan dengan kemampuan tersebut ia merasa optimis dan yakin akan mampu menghadapi masalahnya dengan baik.

6. Tanggung Jawab

Rasa tanggung jawab terhadap apa yang menjadi hak dan kewajibannya.

7. Komitmen

Tekad atau dorongan internal yang kuat untuk melaksanakan suatu janji, ketepatan hati yang telah disepakati sebelumnya, sampai benar-benar selesai dengan baik.

8. Ketekunan

Adanya etos kerja yang pantang menyerah sebelum segala sesuatunya selesai. Ketekunan tidak mengenal putus asa, dalam arti bahwa apa yang dilakukannya selalu berorientasi ke masa depan.

9. Kemandirian

Sifat yang tidak bergantung pada orang lain. Individu akan berusaha menyelesaikan masalah dalam hidupnya sendiri. Semua karakteritik tersebut tidak dapat dipisah-pisah antara satu dengan yang lainnya.

Perubahan dalam Perkembangan

Masa Bayi. Penelitian pada masa bayi sangat sulit terutama karena bayi tidak bisa menceritakan bagaimana mereka melihat diri sendiri. Bayi tidak bisa mengekspresikan secara verbal pandangan mereka mengenai diri mereka. Mereka juga tidak akan memahami instruksi yang kompleks dari peneliti.

Masa Kanak-Kanak Awal. Pada tahap ini anak sudah dapat berkomunikasi secara verbal. Berikut ini adalah 5 karakteristik utama pemahaman diri pada anak-anak:

1. Kebingungan mengenai diri, pikiran, dan tubuh. Kebanyakan anak menganggap diri sama anggota tubuh, biasanya adalah kepala. Bagi mereka, diri dapat dideskripsikan sama seperti dimensi material lainnya seperti ukuran, panjang, atau warna.

2. Deskripsi konkret. Anak prasekolah berpikir dan mendeskripsikan diri mereka dengan istilah yang konkret. Seorang anak akan berkata ”hore,aku bisa berhitung”, ”aku tinggal di rumah yang besar sekali”. (Harter dalam Santrock, 2007).

3. Deskripsi fisik. Anak kecil biasa membedakan diri mereka dengan orang lain melalui atribut fisik dan material. Seperti ”aku berbeda dengan temanku karena aku lebih tinggi dari dia”.

4. Deskripsi aktif. Dimensi aktif adalah komponen sentral dari diri pada masa kanak-kanak awal. (Keller dkk dalam Santrock, 2007). Mereka biasa mendeskripsikan diri mereka dengan istilah yang berhubungan dengan aktivitas seperti bermain.

5. Ketidakmampuan untuk mengenali lawan atribut yang mungkin ada. Evaluasi diri anak sering kali juga mencerminkan ketidakmampuan diri mereka untuk menyadari bahwamereka memiliki atribut yang berlawanan seperti baik dan buruk, ramah atau jahat. (Harter dalam Santrock, 2007).

Masa Kanak-Kanak Madya dan Akhir. Evaluasi diri anak menjadi lebih kompleks selama masa kanak-kanak madya dan akhir. 5 perubahan penting yang menjadi karakteristik bertambahnya kompleksitas ini adalah:

1. Karakteristik Internal. Pada masa kanak-kanak madya dan akhir, anak mulai beralih menggunakan karakteristik internal dalam mendefinisikan dari mereka. Mereka mulai menyadari adanya perbedaan keadaan di dalam dan di luar, dan mereka juga akan lebih mungkin dibandingkan anak yang lebih kecil memasukkan keadaan diri yang subyektif ke dalam definisi mereka tentang diri. Seperti contoh anak berumur 7 tahun akan mengatakan ”aku cukup pintar dari mereka” dan anak yang berumur 10 tahun akan berkata ”aku tidak akan merasa takut dan khawatir lagi, dulu aku sering merasa cemas”.

2. Deskripsi sosial. Pada masa ini anak mulai memasukkan aspek sosial, seperti kelompok sosial tertentu, dalam gambaran diri mereka (Harter dkk dalam Santrock, 2007). Contohnya seperti, anak lebih suka mendeskripsikan diri mereka menjadi anggota Pramuka.

3. Perbandingan sosial. Pada karakteristik ini mencakup peningkatan referensi perbandingan sosial. Pada titik perkembangan ini, anak akan lebih mungkin membedakan diri mereka dari orang lain dengan menggunakan istilah yang komparatif dan tidak absolut. Contohnya, seorang anak mendeskripsikan apa yang bisa mereka lakukan dibandingkan anak lain.

4. Real self dan ideal self. Anak mulai dapat membedakan antar real self dan ideal self mereka yang mencakup kemampuan untuk membedakan kompetensi mereka yang sebenarnya dengan apa yang ingin mereka capai dan mereka anggap penting.

5. Realistik. Evaluasi diri anak pada tahap ini menjadi lebih realistis. Hal ini mungkin terjadi karena peningkatan perbandingan sosial dan pengambilan persepsi.

Masa Remaja. Kecenderungan untuk membadingkan diri sendiri dengan orang lain akan berlanjut sampai masa remaja. Dibawah ini merupakan perkembangan pemahaman diri yang berbeda dari anak-anak sebelumnya.

1. Abstrak dan idealistik. Remaja akan mendeskripsikan diri mereka yang mungkin lebh mengguanakan label abstrak dan idealistik dibandingkan dengan anak-anak. Seperti ”aku adalah orang sangat sensitif, dan peduli terhadap perasaan orang lain”.

2. Kesadaran diri. Remaja akan lebih mungkin jika dibandingkan dengan anak-anak untuk menjadi sadar dan disibukkan dengan pemahaman diri. Kesadaran diri (termasuk aspek diri yang tersembunyi dari pandangan orang lain seperti, pikiran, emosi, dan sikap meningkat mulai usia 13-18 tahun.

3. Diri yang berfluktuasi. Pemahaman diri remaja berfluktuasi dalam setiap situasi dan setiap waktu. Sebagai contoh, remaja mungkin tidak tahu mengapa bisa merasakan perasaan yang senang dan ceria kemudia merasa sedih di waktu berikutnya.

4. Real self dan ideal self. Peningkatan kemampuan remaja untuk mengkostruk ideal self dibanding diri yang nyata dapat menjadi hal yang membingungkan dan menimbulkan penderitaan pada remaja. Dalam satu teori, aspek yang penting dari ideal self atau diri diimajinasikan adalah possible self (seperti apa seseorang di masa depan nanti, ingin menjadi apa kelak, dan juga yang tidak diinginkan).

5. Integrasi diri. Pada masa remaja akhir, pemahaman diri menjadi lebih terintegrasi, dengan berbagai macam kepingan diri mulai disusun secara sistematis. Remaja yang lebih dewasa akan lebih mungkin diri mereka berusaha untuk menkonstruk teori umum mengenai diri mereka, dan pada akhirnya mencapai identitas yang terintegrasi.

GENDER

Pengertian Gender

Gender adalah dimensi-dimensi psikologis dan sosiokultural yang dimiliki karena seseorang adalah laki-laki atau perempuan.

Identitas gender adalah perasaan menjadi laki-laki atau perempuan, yang biasanya dicapai ketika anak berusia 3 tahun.

Peran gender ialah sebuah set ekspektasi yang menggambarkan bagaimana pria atau wanita seharusnya berfikir, bertindak, atau merasa.

Hal-Hal yang Mempengaruhi Perkembangan Gender

Pengaruh Biologis

Terdapat 2 macam kromosom dalam tubuh manusia yaitu kromosom X dan Y. Kedua kromosom inilah yang mengatur jenis kelamin pada manusia. Manusia normal memiliki 46 kromosom yang tersusun berpasangan. Pasangan yang ke-23 dapat terdiri dari 2 kromosom X yang menghasilkan jenis kelamin perempuan atau bisa juga terdiri dari kromosom X dan Y yang akan menghasilkan jenis kelamin laki-laki.

Pengaruh Sosial

Banyak ilmuwan yang menyatakan bahwa perbedaan psikologis antar jenis kelamin bukan disebabkan oleh disposisi evolusi biologis, tetapi adanya perbedaan peran dan posisi sosial antara laki-laki dan perempuan. Peran laki-laki dalam sosial lebih dominan daripada perempuan. Perempuan lebih banyak melakukan tugas domestik dibanding laki-laki, dan menghabiskan waktu lebih sedikit untuk pekerjaan yang digaji. Meskipun kebanyakan perempuan terlibat sebagai pekerja, mereka menerima gaji lebih rendah daripada laki-laki dan hanya sedikit yang mencapai level atas dalam organisasi. Jadi dari sudut pandang pengaruh sosial, adanya hierarki gender dan pembagian jenis kelamin pekerja adalah penyebab penting terjadinya perilaku yang berbeda antar jenis kelamin. Perempuan akan mengambil peran dengan status dan kekuatan yang lebih rendah di masyarakat, mereka akan lebih mudah bekerja sama dan juga tidak sedominan laki-laki. Terdapat 2 teori penting membahas bagaimana anak memperoleh perilaku dan sikap maskulin maupun feminin dari orang tua. Teori pertama adalah teori gender psikoanalisis, yang tumbuh dari pandangan Freud yang menyatakan bahwa anak usia prasekolah mengembangkan ketertarikan seksual terhadap orang tua yang berjenis kelamin berbeda darinya. Pada usia 5-6 tahun, anak mengehentikan ketertarikan ini karena timbul kecemasan dalam dirinya. Kemudia anak akan mengidentifikasi diri dengan orang tua yang berjenis kelamin sama dengan dirinya dan secara tidak sadar mengadopsi karakteristik orang tua tersebut. Teori yang kedua adalah teori gender kognitif-sosial yang menekankan bahwa perkembangan gender anak-anak terjadi melalui observasi dan imitasi dari perilaku gender, dan melalui proses reward dan punishment yan dialami oleh anak untuk perilaku yang sesuai atau tidak sesuai dengan gender tertentu.

Pengaruh Pola Asuh

Baik ayah maupun ibu memiliki peran psikologis penting dalam perkembangan gender anak (Parke dalam Santrock, 2007). Ibu biasanya memiliki tanggung jawab untuk mengasuh dan merawat secara fisik, sedangakan ayah bertanggung jawab dalam interaksi dalam bermain dan juga meyakinkan bahwa anak-anak mematuhi norma dan budaya yang berlaku. Terlepas dari tinggi rendahnya pengaruh perilaku ayah terhadap anak, seorang ayah lebih terlibat dalam proses sosialisasi anak laki-lakinya dibanding anak perempuannya. Ayah memiliki peran yang cukup penting dalam perkembangan peran gender, karena mereka lebih mungkin untuk memperlakukan anak laki-laki dan perempuannya dengan cara yang berbeda dibandingkan dengan ibu sehingga berkontribusi lebih terhadap pembedaan antara gender (Huston dalam Santrock, 2007).

Pengaruh Teman Sebaya

Teman sebaya juga berperan dalam proses sosial dengan merespons atau menjadi model perilaku maskulin atau feminin (Leman dkk dalam Santrock, 2007). Anak yang bermain dengan permainan yang dianggap sesuai dengan jenis kelaminnya cenderung akan diberi reward oleh teman sebayanya. Mereka yang melakukan jenis permainan yang berlawanan dengan jenis kelaminnya cenderung untuk dikritik dan akan dibiarkan bermain sendirian. Banyak peneliti yang menemukan bahwa anak lelaki saling mengajari perilaku maskulin yang mereka anggap perlu dan menegakkannya secara tegas (Luria&Herzog dalam Santrock, 2007). Anak perempuan juga saling mengajarkan budaya perempuan dan biasanya saling berkumpul dengan sesamanya. Anak perempuan tertentu yang ”tomboi” yang bisa mengikuti aktivitas para lelaki tanpa kehilangan statusnya di kelompok anak perempuan, tetapi hal yang sebaliknya tidak berlaku untuk anak laki-laki. Tuntutan teman sebaya untuk konformitas peran gender menjadi sangat intens pada masa remaja. Meskipun terjadi pergaulan yang bercampur pada masa gender awal, dalam kelompok formal dan dalam berpacaran, ada tekanan yang sangat kuat bagi remaja laki-laki untuk menjadi laki-laki yang sebaik-baiknya dan untuk remaja perempuan menjadi perempuan yang sebaik-baiknya.

Pengaruh Sekolah dan Guru

Ada perhatian khusus bahwa sekolah dan guru memiliki bias terhadap anak laki-laki dan anak perempuan. Berikut ini beberapa beberapa faktor yang dipertimbangkan (Cezolt&Hull dalam Santrock, 2007):

1. Kepatuhan, mengikuti aturan, rapi, dan teratur biasanya sangat dihargai dan berusaha ditegakkan di dalam kelas. Perilaku ini biasanya lebih mengkarakteristikkan anak perempuan daripada laki-laki.

2. Mayoritas guru adalah perempuan, terutama di sekolah dasar. Akan lebih sulit bagi anak laki-laki daripada perempuan untuk melakukan identifikasi terhadap guru mereka dan melakukan modeling terhadap perilaku guru mereka.

3. Anak laki-laki mungkin mengalami kesulitan belajar daripada anak perempuan.

4. Anak laki-laki akan lebih mungkin untuk dikritik daripada anak perempuan.

5. Staf disekolah cenderung untuk mengabaikan fakta bahwa kebanyakan anak laki-laki memiliki masalah akademik, terutama bidang bahasa.

6. Staf di sekolah cenderung melakukan stereotype bahwa perilaku anak laki-laki adalah perilaku bermasalah.

Dari pemaparan dapat dilihat adanya bias, baik terhadap anak laki-laki maupun perempuan di sekolah. Kebanyakan staf di sekolah tidak menyadari sikap mereka yang memiliki bias gender. Sikap ini sangat tertanam dan didukung kebudayaan.

Gender dan Media

Pesan yang dibawa oleh media mengenai apa yang pantas dan apa yang tidak pantas untuk laki-laki dan perempuan juga memberikan pengaruh yang penting bagi perkembangan gender (Calvert dkk dalam Santrock, 2007). Seperti halnya tayangan atau program-program televisi yang secara ekstrim dalam menggambarkan dua jenis kelamin. Dalam sebuah penelitian remaja perempuan digambarkan hanya memperhatikan soal teman kencan, belanja, dan penampilan mereka (Campbell dalam Santrock, 2007). Mereka jarang sekali digambarkan memiliki ketertarikan terhadap sekolah atau rencana karir. Gadis yang menarik sering kali digambarkan sebagi seorang yang “otaknya kosong” dan gadis yang pintar tidak menarik. Bentuk lain dari program dengan target spesifik pemirsa remaja yang memiliki stereotype yang sangat tinggi adalah video musik rock. Apa yang remaja lihat di video musik rock adalah stereotype yang condong pada remaja laki-laki. Dalam video musik, perempuan memiliki kemungkinan dua kali lebih besar dibanding acara prime time lainnya untuk ditampilkan dengan dandanan yang provokatif, dan akting yang agresif sering kali dilakukan oleh perempuan.

Pengaruh Kognitif

Observasi, imitasi, reward, dan punishment adalah mekanisme bgaiman gender berkembang dalam teori kognitif sosial. Interaksi antara anak dan lingkungan sosial adalah kinci utama perkembangan gender dalam pandangan ini. Dua teori kognitif, teori perkembangan kognitif dan teori skema gender menekankan bahwa individu secara aktif mengkostruk dunia gender mereka.

1. Teori perkembangan kognitif gender, menyatakan bahwa pembagian gender anak terjadi setelah anak berpikir bahwa dirinya laki-laki atau perempuan. Setelah mereka secara konsisten menyadari bahwa dirinya laki-laki atau perempuan, anak memilih aktivitas, obyek, dan sikap yang konsisten dengan label ini.

2. Teori skema gender, menyatakan bahwa pembagian gender muncul ketikaanak secara bertahap mengembangkan skema gender tentang apa yang secara gender sesuai dan tidak sesuai dalam kebudayaan mereka. Skema adalah sebuah struktur kognitif, sebuah jaringan dari asosiasi yang menuntun persepsi individu. Skema gender mengatur dunia dalam bentuk laki-laki dan perempuan. Anak secara internal termotivasi untuk mempersepsikan dunia dan bertindak sesuai dengan skema mereka sedang berkembang.

Sumber: Santrock, J.W. 2007. Perkembangan Anak Jilid Dua. Erlangga. Jakarta