Jumat, 11 Juni 2010

Psikolgi Anak : Anak dan Pertemanan


PSIKOLOGI ANAK

Anak dan Pertemanan

Tahap Perkembangan Masa Kanak-Kanak dengan Teman Sebaya

Pada usia 3-12 tahun, anak lebih suka menghabiskan waktu mereka dengan teman yang sejenis kelamin. Kemudian saat mereka masuk sekolah dasar (SD), anak akan mulai berinteraksi sosial. Anak mulai membentuk kelompok, menjalin persahabatan, dan bermain bersama.

Status Sebaya

Anak mana yang cenderung lebih popular di antara sebaya mereka dan yang mana yang tidak disukai? Ahli perkembangan menjawab pertanyaan ini dan pertanyaan yang sama dengan cara meneliti status sosiometrik, suatu istilah yang menjelaskan sejauh mana anak disukai atau tidak oleh kelompok sebaya mereka (Cillessen&Mayeux dkk dalam Santrock, 2007). Status sosiometrik biasanya diukur dengan meminta anak-anak mengukur sejauh mana mereka menyukai atau tidak menyukai masing-masing teman sekelas mereka. Status sosiometrik juga bisa diukur dengan meminta anak-anak menominasikan anak yang paling mereka sukai dan anak yang paling tidak mereka sukai.

Ahli perkembangan telah membedakan 5 status sebaya (Wentzel&Asher dalam Santrock, 2007):

1. Anak-anak populer, sering dinominasikan sebagai sahabat dan jarang tidak disukai oleh teman sebayanya.

2. Anak-anak rata-rata, menerima nominasi positif dan negatif rata-rata dari sebaya mereka.

3. Anak-anak yang diabaikan, jarang dinominasikan sebagai sahabat tetapi tidak dibenci oleh sebaya mereka.

4. Anak-anak yang ditolak, jarang dinominasikan sebagai sahabat dan dibenci secara aktif oleh sebaya mereka.

5. Anak-anak kontroversial, sering dinominasikan sebagai teman baik seseorang tapi juga sebagai orang yang tidak disukai.

Fungsi Pertemanan

Ada 6 fungsi pertemanan, yaitu:

1. Persahabatan (companionship), dengan pertemanan anak-anak menemukan seorang mitra yang familiar, seseorang yang mau menghabiskan waktu dengan mereka dan bergabung dalam aktivitas kolaboratif.

2. Stimulasi. Dengan pertemanan, anak-anak mendapatkan informasi yang menarik, kesenangan, dan hiburan.

3. Dukungan fisik. Dalam pertemanan, terdapat sumber daya dan bantuan.

4. Dukungan ego. Dalam pertemanan, terdapat harapan akan dukungan, semangat, dan umpan balik yang membantu anak-anak memelihara kesan diri mereka sendiri sebagai individu yang kompeten, menarik, dan pantas ditemani.

5. Perbandingan sosial. Pertemanan menyediakan informasi tentang posisi anak-anak terhadap orang lain dan apakah anak-anak tersebut berlaku baik.

6. Keintiman atau afeksi. Dalam pertemanan, anak-anak mengalami hubungan yang hangat, dekat, dan saling mempercayai dengan individu lain, yaitu hubungan yang melibatkan keterbukaan diri.

Bullying

Bullying adalah perilaku verbal dan fisik yang dimaksudkan untuk menganggu seseorang yang lebih lemah. Yang paling sering terjadi adalah seseorang diejek tentang tampang atau cara bicara. Anak-anak yang mengatakan dirinya menjadi korban bullying mengaku sering kesepian dan mengalami kesulitan dalam berteman. Sementara anak-anak yang melakukan bullying lebih cenderung memiliki nilai yang rendah, merokok, dan minum alkohol. Peneliti telah menemukan bahwa anak-anak yang cemas dan menarik diri secara sosial, agresif sering kali menjadi korban bullying (Hanish&Guerra dalam Santrock, 2007). Anak-anak yang cemas dan menarik diri secara sosial mungkin menjadi korabn bullying karena mereka tidak mengancam dan cenderung tidak membalas jika menggertak, sedangkan anak-anak yang agresif mungkin menjadi sasaran bullying karena perilaku mereka yang menyebalkan bagi para pelaku bullying (Rubin dkk dalam Santrock, 2007).

Untuk mengurangi bullying, sekolah dapat melakukan hal-hal berikut (Cohn dkk dalam Santrock, 2007):

· Menunjuk sebaya yang lebih tua sebagai pemantau bullying dan melerai ketika mereka melihat hal tersebut terjadi.

· Menetapkan aturan dan sanksi sekolah terhadap bullying dan mengumumkannya di seluruh lingkungan sekolah.

· Membentuk kelompok persahabatan bagi remaja yang sering mengalami bullying oleh teman sebaya.

· Memasukkan pesan program antibullying ke dalam tempat ibadah, sekolah, dan konteks lainnya dimana remaja terlibat dalam kegiatan masyarakat.

· Mendorong orang tua untuk menguatkan perilaku positif untuk anak mereka dan meneladankan interaksi interpersonal yang semestinya.

· Mengidentifikasi bully dan korban sejak dini dan menggunakan pelatihan keterampilan sosial untuk memperbaiki perilaku mereka.

Orang tua dapat mengikuti langkah berikut untuk mengurangi bullying (Cohn&Canter dalam Santrock, 2007):

Ø Menghubungi psikolog sekolah, konselor, atau pekerja sosial dan meminta bantuan tentang anak mereka yang melakukan bullying atau menjadi korban.

Ø Terlibat dalam program sekolah untuk mengurangi bullying.

Ø Menguatkan perilaku positif anak mereka dan mencontohkan interaksi yang tidak melibatkan bullying atau agresi.


Sumber : Santrock, J.W. 2007. Perkembangan Anak Jilid Dua. Erlangga. Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar