Jumat, 11 Juni 2010

Anak dan Sekolah

Psikologi Anak

Anak dan Sekolah

Daycare adalah sarana pengasuhan anak dalam kelompok, biasanya dilaksanakan pada saat jam kerja. daycare merupakan upaya yang terorganisasi untuk mengasuh anak-anak di luar rumah mereka selama beberapa jam dalam satu hari bilamana asuhan orang tua kurang dapat dilaksanakan secara lengkap. dalam hal ini, pengertian daycare hanya sebagai pelengkap terhadap asuhan orang tua dan bukan sebgai pengganti asuhan orangtua (Perserikatan Bangsa-bangsa,1990).

Definisi PAUD menurut Wikipedia, Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut, yang diselenggarakan pada jalur formal, nonformal, dan informal.

Taman Kanak-Kanak (TK) merupakan suatu transisi anak ke kehidupan sekolahdari kehidupan keluarga. Terbagi menjadi dua tingkat, yaitu TK A dan TK B. Pembagian ini biasanya hanya didasarkan pada umur, kecuali untuk kasus khusus dimana anak dianggap belum mampu untuk naik kelas walaupun umurnya sudah mencukupi.

Sasaran belajar khusus TK:

Tumbuh mandiri

Belajar memberi, berbagi dan menerima kasih sayang

Mampu bergaul dengan orang lain

Belajar mengontrol diri

Belajar peran non seksis

Memahami badan sendiri

Latihan motorik halus dan kasar

Memahami dan mengontrol dunia kebendaan

Belajar kata baru dan mengontrol orang lain

Mengembangkan rasa positif terhadap hubungan dengan dunia

Sekolah Dasar

Anak-anak mengemban peran baru sebagai pelajar, berinteraksi, menjalin hubungan baru, mengadopsi kelompok acuan baru, dan mengembangkan standar baru untuk menilai diri sendiri. sekolah memberi anak sumber ide baru yang kaya untuk membentuk perasaan diri mereka. Pada masa ini pula kemandirian anak mulai terbentuk. Anak tidak bergantung pada guru atau orang tua, anak melakukan hal-hal dengan sendiri, dan anak menunjukkan rasa percaya diri, seperti menikmati keahlian-keahlian baru, menunjukkan ketekunan untuk menguasai salah satu keahlian baru. selain itu, anak mulai mendapatkan kosa kata baru dan mengalami peningkatan dari segi bahasa maupun berhitung. Anak masuk sekolah dasar akan mulai bisa bersikap lebih positif seperti mengikuti kegiatan rutin di sekolah, menaati peraturan. Dan anak memiliki tanggung jawab atas tugas-tugas yang diberikan di sekolah.

Selain adanya sekolah formal seperti diatas, terdapat sekolah non formal seperti homeschooling dan sekolah alam.

Homeschooling

Istilah Homeschooling sendiri berasal dari bahasa Inggris berarti sekolah rumah. Homeschooling berakar dan bertumbuh di Amerika Serikat. Homeschooling dikenal juga dengan sebutan home education, home based learning atau sekolah mandiri. Pengertian umum homeschooling adalah model pendidikan dimana sebuah keluarga memilih untuk bertanggung jawab sendiri atas pendidikan anaknya dengan menggunakan rumah sebagai basis pendidikannya. Memilih untuk bertanggungjawab berarti orangtua terlibat langsung menentukan proses penyelenggaraan pendidikan, penentuan arah dan tujuan pendidikan, nilai-nilai yang hendak dikembangkan, kecerdasan dan keterampilan, kurikulum dan materi, serta metode dan praktek belajar (bdk. Sumardiono, 2007:4). Peran dan komitmen total orangtua sangat dituntut. Selain pemilihan materi dan standar pendidikan sekolah rumah, mereka juga harus melaksanakan ujian bagi anak-anaknya untuk mendapatkan sertifikat, dengan tujuan agar dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya.

Kekurangan dan Kelebihan Homeschooling

Kelebihan dari homeschooling ini antara lain, sesuai dengan kebutuhan keluarga, biaya bisa disesuaikan dengan kemampuan dan keadaan keluarga, anak lebih terlindungi dari pengaruh negative seperti pergaulan yang menyimpang, dapat menggali potensi anak lebih maksimal. Adapun kelemahan homeschooling yaitu, diperlukannya perhatian dan tanggung jawab dari orang tua penuh, anak jadi kurang bersosialisasi dengan teman-teman sebayanya atau kelompok, adanya efek akibat perlindungan atau proteksi yang diberikan oleh orang tua seperti tidak bisa menyelesaikan masalah sendiri dan lainnya.

Sekolah Alam

Sekolah alam adalah sekolah dengan konsep pendidikan berbasis alam semesta. Di sekolah alam, anak-anak tidak hanya belajar di dalam kelas melainkan belajar di luar kelas yaitu lingkungan sekitar. Adanya sekolah alam ini diharapkan anak mampu memahami alam sekitar mereka dan dapat benar-benar memanfaatkan ilmu pengetahuan mereka di kehidupan sehari-hari. Anak-anak akan belajar di alam terbuka yang tentunya akan lebih menyenangkan dan jauh dari rasa bosan. Kelebihan dari sekolah alam, anak tidak terpaku hanya pada satu teori saja. Namun mreka dapat memahami dan mempraktekkan langsung apa yang mereka pelajari di alam. Peraturan yang diterapkan di sekolah alam tidak terlalu ketat dibandingkan dengan sekolah biasa, anak-anak juga bisa menemukan banyak hal-hal yang baru dan bereksplorasi di alam, biaya sekolah alam juga cukup terjangkau oleh orang tua. Kelemahannya tidak ada peraturan atau tata tertib seperti di sekolah biasa yang memungkinkan anak menjadi tidak terkendali, dan kurikulum yang diterapkan terlalu luas sehingga melibatkan berbagai disiplin ilmu yang terkadang tidak mempedulikan tingkat pelajaran.



Sumber: Santrock, J.W. 2007. Perkembangan Anak Jilid Dua. Erlangga. Jakarta

Pormadi Simbolon, SS. Homeschooling sebagai pendidikan alternatif.

Psikolgi Anak : Anak dan Pertemanan


PSIKOLOGI ANAK

Anak dan Pertemanan

Tahap Perkembangan Masa Kanak-Kanak dengan Teman Sebaya

Pada usia 3-12 tahun, anak lebih suka menghabiskan waktu mereka dengan teman yang sejenis kelamin. Kemudian saat mereka masuk sekolah dasar (SD), anak akan mulai berinteraksi sosial. Anak mulai membentuk kelompok, menjalin persahabatan, dan bermain bersama.

Status Sebaya

Anak mana yang cenderung lebih popular di antara sebaya mereka dan yang mana yang tidak disukai? Ahli perkembangan menjawab pertanyaan ini dan pertanyaan yang sama dengan cara meneliti status sosiometrik, suatu istilah yang menjelaskan sejauh mana anak disukai atau tidak oleh kelompok sebaya mereka (Cillessen&Mayeux dkk dalam Santrock, 2007). Status sosiometrik biasanya diukur dengan meminta anak-anak mengukur sejauh mana mereka menyukai atau tidak menyukai masing-masing teman sekelas mereka. Status sosiometrik juga bisa diukur dengan meminta anak-anak menominasikan anak yang paling mereka sukai dan anak yang paling tidak mereka sukai.

Ahli perkembangan telah membedakan 5 status sebaya (Wentzel&Asher dalam Santrock, 2007):

1. Anak-anak populer, sering dinominasikan sebagai sahabat dan jarang tidak disukai oleh teman sebayanya.

2. Anak-anak rata-rata, menerima nominasi positif dan negatif rata-rata dari sebaya mereka.

3. Anak-anak yang diabaikan, jarang dinominasikan sebagai sahabat tetapi tidak dibenci oleh sebaya mereka.

4. Anak-anak yang ditolak, jarang dinominasikan sebagai sahabat dan dibenci secara aktif oleh sebaya mereka.

5. Anak-anak kontroversial, sering dinominasikan sebagai teman baik seseorang tapi juga sebagai orang yang tidak disukai.

Fungsi Pertemanan

Ada 6 fungsi pertemanan, yaitu:

1. Persahabatan (companionship), dengan pertemanan anak-anak menemukan seorang mitra yang familiar, seseorang yang mau menghabiskan waktu dengan mereka dan bergabung dalam aktivitas kolaboratif.

2. Stimulasi. Dengan pertemanan, anak-anak mendapatkan informasi yang menarik, kesenangan, dan hiburan.

3. Dukungan fisik. Dalam pertemanan, terdapat sumber daya dan bantuan.

4. Dukungan ego. Dalam pertemanan, terdapat harapan akan dukungan, semangat, dan umpan balik yang membantu anak-anak memelihara kesan diri mereka sendiri sebagai individu yang kompeten, menarik, dan pantas ditemani.

5. Perbandingan sosial. Pertemanan menyediakan informasi tentang posisi anak-anak terhadap orang lain dan apakah anak-anak tersebut berlaku baik.

6. Keintiman atau afeksi. Dalam pertemanan, anak-anak mengalami hubungan yang hangat, dekat, dan saling mempercayai dengan individu lain, yaitu hubungan yang melibatkan keterbukaan diri.

Bullying

Bullying adalah perilaku verbal dan fisik yang dimaksudkan untuk menganggu seseorang yang lebih lemah. Yang paling sering terjadi adalah seseorang diejek tentang tampang atau cara bicara. Anak-anak yang mengatakan dirinya menjadi korban bullying mengaku sering kesepian dan mengalami kesulitan dalam berteman. Sementara anak-anak yang melakukan bullying lebih cenderung memiliki nilai yang rendah, merokok, dan minum alkohol. Peneliti telah menemukan bahwa anak-anak yang cemas dan menarik diri secara sosial, agresif sering kali menjadi korban bullying (Hanish&Guerra dalam Santrock, 2007). Anak-anak yang cemas dan menarik diri secara sosial mungkin menjadi korabn bullying karena mereka tidak mengancam dan cenderung tidak membalas jika menggertak, sedangkan anak-anak yang agresif mungkin menjadi sasaran bullying karena perilaku mereka yang menyebalkan bagi para pelaku bullying (Rubin dkk dalam Santrock, 2007).

Untuk mengurangi bullying, sekolah dapat melakukan hal-hal berikut (Cohn dkk dalam Santrock, 2007):

· Menunjuk sebaya yang lebih tua sebagai pemantau bullying dan melerai ketika mereka melihat hal tersebut terjadi.

· Menetapkan aturan dan sanksi sekolah terhadap bullying dan mengumumkannya di seluruh lingkungan sekolah.

· Membentuk kelompok persahabatan bagi remaja yang sering mengalami bullying oleh teman sebaya.

· Memasukkan pesan program antibullying ke dalam tempat ibadah, sekolah, dan konteks lainnya dimana remaja terlibat dalam kegiatan masyarakat.

· Mendorong orang tua untuk menguatkan perilaku positif untuk anak mereka dan meneladankan interaksi interpersonal yang semestinya.

· Mengidentifikasi bully dan korban sejak dini dan menggunakan pelatihan keterampilan sosial untuk memperbaiki perilaku mereka.

Orang tua dapat mengikuti langkah berikut untuk mengurangi bullying (Cohn&Canter dalam Santrock, 2007):

Ø Menghubungi psikolog sekolah, konselor, atau pekerja sosial dan meminta bantuan tentang anak mereka yang melakukan bullying atau menjadi korban.

Ø Terlibat dalam program sekolah untuk mengurangi bullying.

Ø Menguatkan perilaku positif anak mereka dan mencontohkan interaksi yang tidak melibatkan bullying atau agresi.


Sumber : Santrock, J.W. 2007. Perkembangan Anak Jilid Dua. Erlangga. Jakarta

(Perkembangan Diri dan Identitas) dan Perkembangan Gender


PSIKOLOGI ANAK (Perkembangan Diri dan Identitas) dan Perkembangan Gender


Pengertian Identitas Diri dan Pemahaman Diri

Identitas diri adalah pengorganisasian atau pengaturan dorongan-dorongan, kemampuan-kemampuan dan keyakinan-keyakinan ke dalam citra diri secara konsisten yang meliputi kemampuan memilih dan mengambil keputusan baik menyangkut pekerjaan, orientasi seksual dan filsafat hidup (Marcia dalam Yusuf, 2000).

Pemahaman diri (self understanding) merupakan representasi kognitif anak mengenai diri (self), dan merupakan substansi dan isi dari konsepsi diri anak.

Individu yang memiliki identitas diri diharapkan memiliki karakteristik sebagai berikut (Dariyo, 2004):

1. Konsep Diri

Gambaran diri tentang aspek fisiologis maupun psikologis yang berpengaruh pada perilaku individu dalam penyesuaian diri dengan orang lain.

2. Evaluasi diri

Penerimaan terhadap kekurangan yang ada pada diri individu, berarti ia memiliki kemampuan untuk menilai dan mengevaluasi potensi dirinya sendiri.

3. Harga Diri

Sejauh mana individu dapat menghargai diri sebagai seorang pribadi yang memiliki kemandirian, kemauan, kehendak, dan kebebasan dalam menentukan perilaku dalam hidupnya.

4. Efikasi Diri

Kemampuan untuk menyadari, menerima dan mempertanggungjawabkan semua potensi, ketrampilan atau keahlian secara tepat.

5. Kepercayaan Diri

Keyakinan terhadap diri sendiri bahwa ia memiliki kemampuan dan kelemahan, dan dengan kemampuan tersebut ia merasa optimis dan yakin akan mampu menghadapi masalahnya dengan baik.

6. Tanggung Jawab

Rasa tanggung jawab terhadap apa yang menjadi hak dan kewajibannya.

7. Komitmen

Tekad atau dorongan internal yang kuat untuk melaksanakan suatu janji, ketepatan hati yang telah disepakati sebelumnya, sampai benar-benar selesai dengan baik.

8. Ketekunan

Adanya etos kerja yang pantang menyerah sebelum segala sesuatunya selesai. Ketekunan tidak mengenal putus asa, dalam arti bahwa apa yang dilakukannya selalu berorientasi ke masa depan.

9. Kemandirian

Sifat yang tidak bergantung pada orang lain. Individu akan berusaha menyelesaikan masalah dalam hidupnya sendiri. Semua karakteritik tersebut tidak dapat dipisah-pisah antara satu dengan yang lainnya.

Perubahan dalam Perkembangan

Masa Bayi. Penelitian pada masa bayi sangat sulit terutama karena bayi tidak bisa menceritakan bagaimana mereka melihat diri sendiri. Bayi tidak bisa mengekspresikan secara verbal pandangan mereka mengenai diri mereka. Mereka juga tidak akan memahami instruksi yang kompleks dari peneliti.

Masa Kanak-Kanak Awal. Pada tahap ini anak sudah dapat berkomunikasi secara verbal. Berikut ini adalah 5 karakteristik utama pemahaman diri pada anak-anak:

1. Kebingungan mengenai diri, pikiran, dan tubuh. Kebanyakan anak menganggap diri sama anggota tubuh, biasanya adalah kepala. Bagi mereka, diri dapat dideskripsikan sama seperti dimensi material lainnya seperti ukuran, panjang, atau warna.

2. Deskripsi konkret. Anak prasekolah berpikir dan mendeskripsikan diri mereka dengan istilah yang konkret. Seorang anak akan berkata ”hore,aku bisa berhitung”, ”aku tinggal di rumah yang besar sekali”. (Harter dalam Santrock, 2007).

3. Deskripsi fisik. Anak kecil biasa membedakan diri mereka dengan orang lain melalui atribut fisik dan material. Seperti ”aku berbeda dengan temanku karena aku lebih tinggi dari dia”.

4. Deskripsi aktif. Dimensi aktif adalah komponen sentral dari diri pada masa kanak-kanak awal. (Keller dkk dalam Santrock, 2007). Mereka biasa mendeskripsikan diri mereka dengan istilah yang berhubungan dengan aktivitas seperti bermain.

5. Ketidakmampuan untuk mengenali lawan atribut yang mungkin ada. Evaluasi diri anak sering kali juga mencerminkan ketidakmampuan diri mereka untuk menyadari bahwamereka memiliki atribut yang berlawanan seperti baik dan buruk, ramah atau jahat. (Harter dalam Santrock, 2007).

Masa Kanak-Kanak Madya dan Akhir. Evaluasi diri anak menjadi lebih kompleks selama masa kanak-kanak madya dan akhir. 5 perubahan penting yang menjadi karakteristik bertambahnya kompleksitas ini adalah:

1. Karakteristik Internal. Pada masa kanak-kanak madya dan akhir, anak mulai beralih menggunakan karakteristik internal dalam mendefinisikan dari mereka. Mereka mulai menyadari adanya perbedaan keadaan di dalam dan di luar, dan mereka juga akan lebih mungkin dibandingkan anak yang lebih kecil memasukkan keadaan diri yang subyektif ke dalam definisi mereka tentang diri. Seperti contoh anak berumur 7 tahun akan mengatakan ”aku cukup pintar dari mereka” dan anak yang berumur 10 tahun akan berkata ”aku tidak akan merasa takut dan khawatir lagi, dulu aku sering merasa cemas”.

2. Deskripsi sosial. Pada masa ini anak mulai memasukkan aspek sosial, seperti kelompok sosial tertentu, dalam gambaran diri mereka (Harter dkk dalam Santrock, 2007). Contohnya seperti, anak lebih suka mendeskripsikan diri mereka menjadi anggota Pramuka.

3. Perbandingan sosial. Pada karakteristik ini mencakup peningkatan referensi perbandingan sosial. Pada titik perkembangan ini, anak akan lebih mungkin membedakan diri mereka dari orang lain dengan menggunakan istilah yang komparatif dan tidak absolut. Contohnya, seorang anak mendeskripsikan apa yang bisa mereka lakukan dibandingkan anak lain.

4. Real self dan ideal self. Anak mulai dapat membedakan antar real self dan ideal self mereka yang mencakup kemampuan untuk membedakan kompetensi mereka yang sebenarnya dengan apa yang ingin mereka capai dan mereka anggap penting.

5. Realistik. Evaluasi diri anak pada tahap ini menjadi lebih realistis. Hal ini mungkin terjadi karena peningkatan perbandingan sosial dan pengambilan persepsi.

Masa Remaja. Kecenderungan untuk membadingkan diri sendiri dengan orang lain akan berlanjut sampai masa remaja. Dibawah ini merupakan perkembangan pemahaman diri yang berbeda dari anak-anak sebelumnya.

1. Abstrak dan idealistik. Remaja akan mendeskripsikan diri mereka yang mungkin lebh mengguanakan label abstrak dan idealistik dibandingkan dengan anak-anak. Seperti ”aku adalah orang sangat sensitif, dan peduli terhadap perasaan orang lain”.

2. Kesadaran diri. Remaja akan lebih mungkin jika dibandingkan dengan anak-anak untuk menjadi sadar dan disibukkan dengan pemahaman diri. Kesadaran diri (termasuk aspek diri yang tersembunyi dari pandangan orang lain seperti, pikiran, emosi, dan sikap meningkat mulai usia 13-18 tahun.

3. Diri yang berfluktuasi. Pemahaman diri remaja berfluktuasi dalam setiap situasi dan setiap waktu. Sebagai contoh, remaja mungkin tidak tahu mengapa bisa merasakan perasaan yang senang dan ceria kemudia merasa sedih di waktu berikutnya.

4. Real self dan ideal self. Peningkatan kemampuan remaja untuk mengkostruk ideal self dibanding diri yang nyata dapat menjadi hal yang membingungkan dan menimbulkan penderitaan pada remaja. Dalam satu teori, aspek yang penting dari ideal self atau diri diimajinasikan adalah possible self (seperti apa seseorang di masa depan nanti, ingin menjadi apa kelak, dan juga yang tidak diinginkan).

5. Integrasi diri. Pada masa remaja akhir, pemahaman diri menjadi lebih terintegrasi, dengan berbagai macam kepingan diri mulai disusun secara sistematis. Remaja yang lebih dewasa akan lebih mungkin diri mereka berusaha untuk menkonstruk teori umum mengenai diri mereka, dan pada akhirnya mencapai identitas yang terintegrasi.

GENDER

Pengertian Gender

Gender adalah dimensi-dimensi psikologis dan sosiokultural yang dimiliki karena seseorang adalah laki-laki atau perempuan.

Identitas gender adalah perasaan menjadi laki-laki atau perempuan, yang biasanya dicapai ketika anak berusia 3 tahun.

Peran gender ialah sebuah set ekspektasi yang menggambarkan bagaimana pria atau wanita seharusnya berfikir, bertindak, atau merasa.

Hal-Hal yang Mempengaruhi Perkembangan Gender

Pengaruh Biologis

Terdapat 2 macam kromosom dalam tubuh manusia yaitu kromosom X dan Y. Kedua kromosom inilah yang mengatur jenis kelamin pada manusia. Manusia normal memiliki 46 kromosom yang tersusun berpasangan. Pasangan yang ke-23 dapat terdiri dari 2 kromosom X yang menghasilkan jenis kelamin perempuan atau bisa juga terdiri dari kromosom X dan Y yang akan menghasilkan jenis kelamin laki-laki.

Pengaruh Sosial

Banyak ilmuwan yang menyatakan bahwa perbedaan psikologis antar jenis kelamin bukan disebabkan oleh disposisi evolusi biologis, tetapi adanya perbedaan peran dan posisi sosial antara laki-laki dan perempuan. Peran laki-laki dalam sosial lebih dominan daripada perempuan. Perempuan lebih banyak melakukan tugas domestik dibanding laki-laki, dan menghabiskan waktu lebih sedikit untuk pekerjaan yang digaji. Meskipun kebanyakan perempuan terlibat sebagai pekerja, mereka menerima gaji lebih rendah daripada laki-laki dan hanya sedikit yang mencapai level atas dalam organisasi. Jadi dari sudut pandang pengaruh sosial, adanya hierarki gender dan pembagian jenis kelamin pekerja adalah penyebab penting terjadinya perilaku yang berbeda antar jenis kelamin. Perempuan akan mengambil peran dengan status dan kekuatan yang lebih rendah di masyarakat, mereka akan lebih mudah bekerja sama dan juga tidak sedominan laki-laki. Terdapat 2 teori penting membahas bagaimana anak memperoleh perilaku dan sikap maskulin maupun feminin dari orang tua. Teori pertama adalah teori gender psikoanalisis, yang tumbuh dari pandangan Freud yang menyatakan bahwa anak usia prasekolah mengembangkan ketertarikan seksual terhadap orang tua yang berjenis kelamin berbeda darinya. Pada usia 5-6 tahun, anak mengehentikan ketertarikan ini karena timbul kecemasan dalam dirinya. Kemudia anak akan mengidentifikasi diri dengan orang tua yang berjenis kelamin sama dengan dirinya dan secara tidak sadar mengadopsi karakteristik orang tua tersebut. Teori yang kedua adalah teori gender kognitif-sosial yang menekankan bahwa perkembangan gender anak-anak terjadi melalui observasi dan imitasi dari perilaku gender, dan melalui proses reward dan punishment yan dialami oleh anak untuk perilaku yang sesuai atau tidak sesuai dengan gender tertentu.

Pengaruh Pola Asuh

Baik ayah maupun ibu memiliki peran psikologis penting dalam perkembangan gender anak (Parke dalam Santrock, 2007). Ibu biasanya memiliki tanggung jawab untuk mengasuh dan merawat secara fisik, sedangakan ayah bertanggung jawab dalam interaksi dalam bermain dan juga meyakinkan bahwa anak-anak mematuhi norma dan budaya yang berlaku. Terlepas dari tinggi rendahnya pengaruh perilaku ayah terhadap anak, seorang ayah lebih terlibat dalam proses sosialisasi anak laki-lakinya dibanding anak perempuannya. Ayah memiliki peran yang cukup penting dalam perkembangan peran gender, karena mereka lebih mungkin untuk memperlakukan anak laki-laki dan perempuannya dengan cara yang berbeda dibandingkan dengan ibu sehingga berkontribusi lebih terhadap pembedaan antara gender (Huston dalam Santrock, 2007).

Pengaruh Teman Sebaya

Teman sebaya juga berperan dalam proses sosial dengan merespons atau menjadi model perilaku maskulin atau feminin (Leman dkk dalam Santrock, 2007). Anak yang bermain dengan permainan yang dianggap sesuai dengan jenis kelaminnya cenderung akan diberi reward oleh teman sebayanya. Mereka yang melakukan jenis permainan yang berlawanan dengan jenis kelaminnya cenderung untuk dikritik dan akan dibiarkan bermain sendirian. Banyak peneliti yang menemukan bahwa anak lelaki saling mengajari perilaku maskulin yang mereka anggap perlu dan menegakkannya secara tegas (Luria&Herzog dalam Santrock, 2007). Anak perempuan juga saling mengajarkan budaya perempuan dan biasanya saling berkumpul dengan sesamanya. Anak perempuan tertentu yang ”tomboi” yang bisa mengikuti aktivitas para lelaki tanpa kehilangan statusnya di kelompok anak perempuan, tetapi hal yang sebaliknya tidak berlaku untuk anak laki-laki. Tuntutan teman sebaya untuk konformitas peran gender menjadi sangat intens pada masa remaja. Meskipun terjadi pergaulan yang bercampur pada masa gender awal, dalam kelompok formal dan dalam berpacaran, ada tekanan yang sangat kuat bagi remaja laki-laki untuk menjadi laki-laki yang sebaik-baiknya dan untuk remaja perempuan menjadi perempuan yang sebaik-baiknya.

Pengaruh Sekolah dan Guru

Ada perhatian khusus bahwa sekolah dan guru memiliki bias terhadap anak laki-laki dan anak perempuan. Berikut ini beberapa beberapa faktor yang dipertimbangkan (Cezolt&Hull dalam Santrock, 2007):

1. Kepatuhan, mengikuti aturan, rapi, dan teratur biasanya sangat dihargai dan berusaha ditegakkan di dalam kelas. Perilaku ini biasanya lebih mengkarakteristikkan anak perempuan daripada laki-laki.

2. Mayoritas guru adalah perempuan, terutama di sekolah dasar. Akan lebih sulit bagi anak laki-laki daripada perempuan untuk melakukan identifikasi terhadap guru mereka dan melakukan modeling terhadap perilaku guru mereka.

3. Anak laki-laki mungkin mengalami kesulitan belajar daripada anak perempuan.

4. Anak laki-laki akan lebih mungkin untuk dikritik daripada anak perempuan.

5. Staf disekolah cenderung untuk mengabaikan fakta bahwa kebanyakan anak laki-laki memiliki masalah akademik, terutama bidang bahasa.

6. Staf di sekolah cenderung melakukan stereotype bahwa perilaku anak laki-laki adalah perilaku bermasalah.

Dari pemaparan dapat dilihat adanya bias, baik terhadap anak laki-laki maupun perempuan di sekolah. Kebanyakan staf di sekolah tidak menyadari sikap mereka yang memiliki bias gender. Sikap ini sangat tertanam dan didukung kebudayaan.

Gender dan Media

Pesan yang dibawa oleh media mengenai apa yang pantas dan apa yang tidak pantas untuk laki-laki dan perempuan juga memberikan pengaruh yang penting bagi perkembangan gender (Calvert dkk dalam Santrock, 2007). Seperti halnya tayangan atau program-program televisi yang secara ekstrim dalam menggambarkan dua jenis kelamin. Dalam sebuah penelitian remaja perempuan digambarkan hanya memperhatikan soal teman kencan, belanja, dan penampilan mereka (Campbell dalam Santrock, 2007). Mereka jarang sekali digambarkan memiliki ketertarikan terhadap sekolah atau rencana karir. Gadis yang menarik sering kali digambarkan sebagi seorang yang “otaknya kosong” dan gadis yang pintar tidak menarik. Bentuk lain dari program dengan target spesifik pemirsa remaja yang memiliki stereotype yang sangat tinggi adalah video musik rock. Apa yang remaja lihat di video musik rock adalah stereotype yang condong pada remaja laki-laki. Dalam video musik, perempuan memiliki kemungkinan dua kali lebih besar dibanding acara prime time lainnya untuk ditampilkan dengan dandanan yang provokatif, dan akting yang agresif sering kali dilakukan oleh perempuan.

Pengaruh Kognitif

Observasi, imitasi, reward, dan punishment adalah mekanisme bgaiman gender berkembang dalam teori kognitif sosial. Interaksi antara anak dan lingkungan sosial adalah kinci utama perkembangan gender dalam pandangan ini. Dua teori kognitif, teori perkembangan kognitif dan teori skema gender menekankan bahwa individu secara aktif mengkostruk dunia gender mereka.

1. Teori perkembangan kognitif gender, menyatakan bahwa pembagian gender anak terjadi setelah anak berpikir bahwa dirinya laki-laki atau perempuan. Setelah mereka secara konsisten menyadari bahwa dirinya laki-laki atau perempuan, anak memilih aktivitas, obyek, dan sikap yang konsisten dengan label ini.

2. Teori skema gender, menyatakan bahwa pembagian gender muncul ketikaanak secara bertahap mengembangkan skema gender tentang apa yang secara gender sesuai dan tidak sesuai dalam kebudayaan mereka. Skema adalah sebuah struktur kognitif, sebuah jaringan dari asosiasi yang menuntun persepsi individu. Skema gender mengatur dunia dalam bentuk laki-laki dan perempuan. Anak secara internal termotivasi untuk mempersepsikan dunia dan bertindak sesuai dengan skema mereka sedang berkembang.

Sumber: Santrock, J.W. 2007. Perkembangan Anak Jilid Dua. Erlangga. Jakarta

Kamis, 10 Juni 2010

Anak & Media : Franklin vs Miiko



Psikologi Anak

Anak & Media : Franklin vs Miiko


Pernah denger atau baca buku cerita “Franklin” sebelumnya nggak? Atau yang nggak kalah seru lagi pernah baca komik jepang buatan Ono Eriko yang judulnya Miiko? Kedua media ini bener-bener seru dan mendidik banget lho! Yuk sekarang kita lihat perbandingan anatara Franklin dan Miiko!

Data Umum

Jenis : Buku cerita

Judul : Franklin (Teman Baru)

29 hlm, tahun 2002

Jenis : Komik

Judul : hai,Miiko! Vol.21

180 hlm, tahun 2009

Penyampaian Content

Buku berwarna dengan berbagai macam hewan sebagai tokohnya. Kura-kura sebagai tokoh utamanya yang bernama Franklin.

Buku dengan sampul berwarna dan didalamnya menggunakan animasi berbentuk manusia dengan berbagai karakter yang lucu. Warna dari animasi dalam komik adalah hitam putih.

Content

Bercerita tentang Franklin mempunyai teman sekaligus tetangga baru yang bernama Moose.

Bercerita tentang kegiatan sehari-hari dari tokoh yang bernama Miiko. Pelajar yang masih kelas 5 SD yang tiap harinya menemukan hal-hal yang baru dengan teman-temannya. Dengan berbagai seri cerita diantaranya: aku benci bagi rapor, makan sendirian, teman Momo-Chan, Shimura, aku penggemarmu!, Natal nyut-nyutan, menginap di rumah Miiko, cokelat persahabatan, heboh white day, dan belanja di musim semi.

Tujuan/materi yang ingin disampaikan/pelajaran yang bisa diambil

* Jangan takut berkenalan dan mempunyai teman baru

* Mengajarkan berteman dengan baik

* Mengajarkan bahwa berteman tidak memandang dari segi fisik

* Memberikan hiburan pada pembaca

* Mengajarkan pada anak untuk selalu berjuang dan belajar untuk meraih prestasi

* Mengajarkan pada anak untuk lebih peduli pada sesamanya

Sasaran pembaca/penonton

* Semua umur namun lebih cocok untuk anak usia pra sekolah dan sekolah (TK & SD), karena buku ini menceritakan tentang pendidikan dasar bagaimana mengajarkan pada untuk menjalin pertemanan yang baik dan saling mengenal kawan kita satu sama lain. Untuk anak yang lebih besar mengkin akan sangat membosankan.

* Buku ini cocok untuk anak laki-laki maupun perempuan, sebab ini bersifat sebagai media yang mendidik secara positif untuk anak-anak dalam kehidupan sehari-hari.

* Cocok untuk semua umur terutama anak-anak sekolah dasar. Dan komik ini cocok untuk anak laki-laki dan perempuan. Karena di dalamnya berisi pengetahuan bagaimana anak bisa memegang perannya dalam kegiatan sehari-hari.

Pengemasan media (kelebihan & kelemahan)

* Kelebihan buku ini sangat menarik dan sesuai dengan tujuannya yaitu menghibur dan memberikan anak-anak pengetahuan dasar. Buku ini menarik karena buku yang penuh dengan warna dan bermacam-macam hewan sebagai contohnya. Selain itu tulisannya cukup besar dan jelas sehingga mudah dibaca.

* Buku ini sangat menarik karena didalamnya juga mengandung humor, jadi akan menghibur pembaca.

* Kelemahan dari komik ini adalah gambar mungkin bisa diberi warna agar lebih terlihat lebih menarik.

Teori yang relevan

Menggunakan teori psikososial Erikson yaitu initiative vs guilt atau inisiatif vs bersalah, dimana anak mulai memasuki dunia sosial yang luas, dan lebih banyak menghadapi tantangan daripada ketika masa bayi. Tahap ini merupakan tahap bermain. Anak diminta untuk lebih bertanggung jawab terhadap perilaku mereka. Dan mendoroh untuk mewujudkan ide tau gagasan mereka. Seperti pada cerita Franklin yang mulai berteman dengan Moose, mulai dapat menciptakan hal baru dan mereka dapat membangun interaksi yang baik satu sama lain. Apabila pada tahap ini tidak dapat dilalui dengan baik maka akan timbul rasa bersalah dan cenderung membuat anak menutup diri. (Erikson dalam Santrock, 2007)

Menggunakan teori Erikson, tahap industry vs inferiority atau kerja keras vs rasa inferior. Terjadi di sekitar tahun sekolah dasar. Salah satu tugas pada tahap ini adalah anak mengembangkan sikap kerja keras untuk penguasaan intelektual dan pengetahuan. Bila tugas ini tidak terpenuhi maka akan menyebabkan anak merasa rendah diri. Pada komik Miiko ini, terlihat Miiko selalu berusaha keras dan belajar, tapi nilainya mengalami penurunan di mata pelajaran matematika dan kanji. Selain itu pula Miiko ingin mengembangkan bakatnya menjadi komikus. Nilai yang baik diantaranya mata pelajaran menggambar, bahasa, dan olahraga. (Erikson dalam Santrock, 2007).

Analisis dari kedua media:

Kedua media buku cerita “Franklin” maupun komik “Miiko” sama-sama menarik untuk dibaca. Namun keduanya terdapat kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Apabila buku cerita “Franklin” akan lebih senang dan menarik kalau yang mambaca adalah anak-anak yang usianya mungkin masih di pra sekolah 2 atau 3 tahun dan anak TK 4-5 tahun. Jika buku ini dibaca oleh anak remaja, mungkin akan terlihat membosankan. Buku cerita “Franklin” mengajarkan pada anak-anak tentang pendidikan dasar atau lebih menekankan pada bagaimana cara anak menghadapi situasi tertentu yang belum pernah ia hadapi sebelumnya. Seperti dalam cerita “Franklin” yang berjudul teman baru, Franklin sebelumnya tidak mengenal Moose. Anak rusa yang bertubuh lebih besar dibandingkan Franklin. Moose adalah teman baru sekaligus tetangga bagi Franklin. Franklin sendiri merasa takut jika dekat dan berkenalan dengan Moose karena badannya yang besar dan memiliki tanduk. Tapi guru Franklin yang bernama Pak Owl, memberitahu pada Franklin bahwa Moose juga membutuhkan seorang teman, dan meskipun badannya kecil atau besar setiap makhluk pasti mempunyai ketakutan. Dan Franklin mulai mencoba berteman dengan Moose yang pada akhirnya mereka menjadi akrab. Mereka juga banyak menemukan hal-hal baru. Sedangkan dalam komik “Miiko” mungkin lebih menarik dibaca oleh kalangan anak SD atau remaja. Komik “Miiko” banyak menceritakan tentang kegiatan sehari-hari dan interaksi dengan teman-teman sebaya yang sebagian besar berada di sekolah. Disini juga mengajarkan bagaimana seorang anak harus lebih giat dan tekun dalam belajarnya untuk prestasi mereka masing-masing. Dan pelajaran yang terkandung di dalamnya bahwa kita diajarkan untuk peduli pada sesama dan berbagi. Komik ini bila dibaca oleh anak-anak usia TK atau pra sekolah mungkin akan menimbulkan banyak tanda tanya karena mereka juga mungkin masih belajar tentang penataan bahasa dan banyak kata-kata baru untuk mereka. Dan mungkin kurang mengerti maksud dari komik tersebut tanpa adanya bimbingan dari orang tua. Berbeda lagi jika yang membaca anak-anak SD sekitar kelas 4-6 atau remaja. Akan lebih menarik karena di dalam ceritanya mirip dengan kegiatan mereka sehari-hari di sekolah. Bagaimana mereka berjuang untuk belajar dan berinteraksi dengan teman mereka. Di sisi lain juga komik ini banyak mengandung humor dan gambar yang lucu yang akan membuat pembaca tertawa dan terhibur. Mengapa keduanya menggunakan teori Erikson? Karena kedua media tersebut menggambarkan bagaimana anak-anak mulai memasuki dunia sosial mereka yang luas, dengan menemukan berbagai gagasan dan ide yang baru. Mereka juga akan mengenal satu sama lain dan mulai interaksi mereka untuk membentuk hubungan pertemanan dan menemukan peran mereka.

Finally, The Conclusion is…

Menurut saya sendiri, saya lebih menyukai komik “Miiko” karena penyampaiannya yang menarik dan lucu. Dari segi cerita juga beragam. Franklin juga menarik, cara penyampaian maupun kontennya menarik. Tapi mungkin karena tingkat usia dan suka baca komik juga makanya memilih komik “Miiko” daripada buku cerita “Franklin”. Kalau saran untuk orang tua yang memberikan bimbingan kepada anaknya, tergantung pada tingkat dan usia anak itu sendiri. Jika anak masih pra sekolah atau duduk di bangku TK sebaiknya menggunakan buku cerita “Franklin” karena didalamnya banyak pengetahuan dasar dan memudahkan anak untuk belajar. Sebaliknya, jika anak usia SD terutama kelas 4-6 akan lebih tertarik dengan komik “Miiko” sebab di komik ini menceritakan kehidupan sehari-hari mereka di sekolah dengan teman-teman mereka yang mirip dengan aktivitas mereka. Di komik Miiko juga ada pelajaran-pelajaran atau pengetahuan yang bisa ambil sekaligus menjelaskan bagaimana jika kita dihadapkan pada suatu masalah. Wah, pokoknya seru dah! Buruan baca, biar kita tahu juga kesukaan anak-anak itu apa aja sih biar gak ketinggalan juga….